FKP Unud bersama tim Bali Partnership release Data Kebocoran Sampah ke laut Di prov. Bali

FKP Bali Partnership mengambil langkah awal dengan melakukan studi komprehensif tentang pencemaran sampah plastik di seluruh Provinsi Bali


Bali, Indonesia (20 Juni 2019) — Bali Partnership, didukung oleh Kementerian Luar Negeri Norwegia, hari ini memaparkan hasil dari penelitian sampah dan sampah plastik laut di 57 Kecamatan di Bali untuk menyusun rencana komprehensif penyelesaian masalah sampah plastik dari daratan. Pertumbuhan perekonomian Bali dan perkembangan pariwisata yang pesat menyebabkan meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan, tetapi tidak selalu dapat diimbangi dengan peningkatan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Diantara hasil penelitian yang diperoleh, ditemukan bahwa hanya sekitar 48% dari timbulan sampah di Bali yang telah dikelola dengan baik, baik didaur ulang maupun diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sementara sisanya belum, ada yang dibakar, dibuang ke lingkungan, saluran air, dan berakhir di laut. Akibatnya, 33.000 ton sampah plastik dari Bali berakhir di laut setiap tahun. Analisis ini merupakan hasil dari penelitian selama 5 (lima) bulan oleh Bali Partnership, bekerjasama dengan Tim Kelompok Kerja (Pokja) Persampahan Gubernur Bali dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Bali, yang diinisiasi dengan tujuan untuk menghentikan pencemaran sampah plastik di laut melalui solusi-solusi pengelolaan sampah yang sirkular dan untuk mendukung Rencana Aksi Nasional Indonesia Penanganan Sampah Plastik di Laut, dengan komitmen untuk mengurangi 70% sampah plastik di laut pada tahun 2025, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 83 Tahun 2018. Inisiatif ini juga diharapkan dapat mendukung implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah Provinsi Bali dalam mengurangi pencemaran sampah plastik seperti Peraturan Gubernur (Pergub No. 97 2018) Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Kebijakan Strategi Daerah (JAKSTRADA) Pengelolaan Sampah dengan target pengurangan 30% sampah dan penanangan 70% sampah.


“Pulau Bali kecil tetapi maknanya besar. Apa yang terjadi di Bali akan selalu mendapat perhatian dunia. Saat ini di Bali, kita berada pada momen yang tepat untuk menghentikan pencemaran sampah plastik di laut,” kata Ida Bagus Mandhara Brasika salah satu tim dari Pokja Persampahan Gubernur Bali. “Kami akan memulai dari Bali dan dampaknya akan global. Saya optimis Bali Partnership akan dapat membantu mengurangi permasalahan sampah di pulau dan bumi kita”
Tujuan dari Bali Partnership adalah mendukung target Presiden Indonesia Joko Widodo untuk mengurangi 70% sampah plastik di Laut dengan menggabungkan keahlian dan semangat para organisasi-organisasi yang ada di Bali secara terkoordinasi dan terfokus pada kecamatan-kecamatan dengan kebutuhan tertinggi untuk penanganan masalah persampahan. Penelitian Bali Partnership adalah titik awal untuk mencapai tujuan ini: penelitian ini menjelaskan bagaimana sampah terutama sampah plastik dibuang; tantangan yang dihadapi dan peluang untuk mencegah polusi sampah plastik; dan wilayah-wilayah dengan kebutuhan tinggi untuk mendapatkan dukungan pengelolaan dan pengurangan sampah.


“Berkontribusi kepada solusi lokal dan bekerja sama dengan pemimpin daerah di Indonesia, dengan tujuan untuk mengakhiri tantangan global terhadap sampah plastik di laut merupakan prioritas Pemerintahan Norwegia” kata Bjørnar Dahl Hotvedt, Charge d’Affaires Kedutaan Besar Norwegia untuk Indonesia, yang mendukung program-program untuk mengatasi sampah plastik laut di Indonesia, termasuk Bali Partnership. “Pendekatan berbasis data memastikan keberhasilan Bali Partnership. Kami berharap Bali Partnership bisa sebagai contoh bagaimana berbagai kepentingan dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama”.
Poin penting dari hasil penelitian termasuk:
• Total timbulan sampah termasuk rumah tangga, non-rumah tangga dan wisatawan menghasilkan timbulan sampah sebanyak 1,6 juta ton per tahun, dimana 303.000 ton-nya adalah sampah plastik (19,6% dari total sampah).
• 33.000 ton sampah plastik bocor ke saluran air setiap tahun (11% dari total sampah).
• Sekitar 48% sampah yang dihasilkan di Bali telah dikelola dengan didaur ulang atau diangkut ke TPA. Tetapi, sebagian sampah yang dikumpulkan ini tidak sampai ke fasilitas daur ulang atau 10 TPA yang ada di Bali.
• 7% sampah plastik di Bali dikumpulkan untuk didaur ulang, dengan 20% rumah tangga memanfaatkan sektor informal untuk mendaur ulang sampah mereka, dan 6% memanfaatkan Bank Sampah.
• Setiap orang dari 16 juta wisatawan di Bali (6 juta wisatawan internasional dan 10 juta wisatawan domestik) menghasilkan sampah 3,5 kali lebih banyak dari seorang penduduk Bali, totalnya sekitar 13% dari total timbulan sampah di Bali.
• Rumah tangga di Bali siap untuk berubah: 87% bersedia untuk memilah dan melakukan upaya 3R - Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (daur ulang).
• Dengan memusatkan upaya penyelesaian masalah sampah di 15 kecamatan prioritas dari 57 Kecamatan yang ada di Bali dapat mengurangi 44% sampah plastik di laut.
• Lebih dari 400 komunitas, sektor informal, pemerintahan, lembaga adat dan organisasi keagamaan aktif dalam melakukan upaya pembersihan, pendidikan, pengumpulan sampah, dan daur ulang. Mereka memerlukan dukungan untuk memusatkan kegiatan mereka di 15 kecamatan yang membutuhkan.


“Tidak ada hal lain yang lebih penting dari integritas. Hasil dari penelitian kebocoran sampah plastik laut di Bali adalah jalan terbaik untuk kita dapat melihat Bali dengan cara yang jujur”, kata Ni Made Widiasari, Ketua Pokja Persampahan Gubernur Bali. “Penelitian ini dapat membantu kita bekerja dengan fakta yang ada untuk dapat lebih fokus pada aksi kita, sebagai cara untuk mengambil tanggung jawab dan menunjukan cinta kita terhadap lingkungan”.
Mengatasi polusi sampah plastik di laut sangat penting untuk Bali, dimana pariwisata merupakan penggerak perekonomian yang dapat terpengaruh jika tantangan ini terus berlanjut. Menurut Bali Tourism Board, pada tahun 2018, lebih dari 6,5 juta wisatawan internasional berkunjung ke Bali, meningkat lebih dari 10% dari tahun 2017. Meskipun pengelolaan sampah adalah isu lokal yang penting di Bali, memastikan pengelolaan sampah plastik yang tepat di Bali, memiliki jangkauan implikasi global.
Di fase berikutnya, Bali Partnership akan menggalang pendanaan untuk melakukan percontohan dengan pendekatan kerjasama multi-stakeholder di salah satu Kecamatan dengan tingkat kebocoran sampah plastik tertinggi untuk memastikan pengelolaan sampah yang komprehensif dan menghentikan polusi sampah plastik. Di fase pertama ini Bali Partnership melibatkan Tim Pokja Persampahan Gubernur Bali, Kementerian Luar Negeri Norwegia, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Universitas Udayana, University of Leeds, ISWA (International Solid Waste Association), dan SYSTEMIQ.
“Dunia sedang berjuang untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana cara kita dapat menghentikan pencemaran sampah plastik di laut secara permanen dengan biaya seefisien mungkin?” kata Joi Danielson, Program Director Ocean Plastic Asia SYSTEMIQ. “Bali Partnership adalah upaya kami dalam menjawab pertanyaan ini. Tujuan kami adalah membawa masyarakat Bali dan komunitas internasional bersama-sama memecahkan akar permasalahan dibalik tantangan ini, berfokus di wilayah-wilayah dengan pencemaran sampah plastik tertinggi di Bali”
Metodologi survei: survei dilakukan terhadap sekitar 950 rumah tangga di Bali. Dilakukan 230 studi karakterisasi sampah. 50 titik survey sampah di darat dan 50 titik survey sungai dilakukan. Pendataan dilakukan terhadap seluruh TPA yang ada di Bali (landfill tracking). Analisis data juga dilakukan terhadap Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan (PTMP) dan Master Plan Persampahan Kabupaten/Kota. Berbagai wawancara dilakukan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan dinas terkait dan pejabat pemerintah terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pihak swasta, asosiasi terkait, sektor daur ulang informal, dan individu-individu yang terkait persampahan. Survei dilakukan oleh Universitas Udayana, University of Leeds, Tim Pokja Persampahan Gubernur Bali dan SYSTEMIQ dengan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Bali.


“Saat ini kita mempunyai data komprehensif untuk mendukung komitmen pemerintah mengurangi sampah plastik di laut sebanyak 70% tahun 2025” kata I Gede Hendrawan dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana. “Saya yakin program Bali Partnership akan memberikan harapan baru untuk kesehatan laut yang lebih baik, berkontribusi untuk melestarikan keindahan Bali serta menjaga keberlanjutan industri pariwisata dan ekonomi.”
Data yang terkumpul digunakan untuk memetakan alur sampah plastik setelah penggunaan dalam sistem persampahan dan lingkungan menggunakan Kalkulator Polusi Plastik yang baru dikembangkan oleh ISWA: Perangkat baru ini diciptakan oleh University of Leeds untuk Marine Litter Task Force dari ISWA (International Solid Waste Association) dan untuk pertama kalinya dapat memetakan alur sampah plastik dari sumbernya. Kalkulator tersebut dapat diterapkan untuk daerah atau negara mana saja untuk mengidentifikasi mekanisme dari kebocoran sampah plastik, daerah titik-titik sampah utama dan solusi potensial.
“Saat ini, seluruh wilayah Pulau Bali diuntungkan dengan adanya peralatan canggih untuk mencegah polusi sampah plastik. Tim peneliti kami, sebagai bagian dari water@leeds, mencipkatan Kalkulator Polusi Plastik, sebuah metodologi baru untuk mengukur sumber, jalur, dan titik-titik sampah utama polusi sampah plastik, yang berasal dari sampah yang tidak dikelola,” ungkap Dr. Costas Velis. “Dalam studi ini, kami menerapkan analisis data dan sistem, sampai pada peluang solusi berbasis data yang belum pernah ada sebelumnya. Dengan mengetahui darimana datangnya pencemaran sampah plastik, kebijakan dan intervensi yang tepat dapat diprioritaskan.”