Kuliah Umum oleh Dr. Fadli Syamsudin (BPPT BRIN) “Kondisi Fisik Benua Maritim Indonesia: Potensi, Bencana, dan Adaptasinya”

Indonesia merupakan satu-satunya negara dengan pulau terbanyak yang dikelilingi laut. Selain itu, Indonesia juga dilewati oleh Global Conveyer Belt atau pola sirkulasi dunia yang dibentuk oleh suhu dan salinitas. Siklus tersebut terbentuk selama 50-60 tahun. Keberadaan pola sirkulasi tersebut nantinya akan mempengaruhi iklim serta menciptakan ITF (Indonesia Through Flow). Perubahan suhu 1°C saja pada perairan laut Indonesia dapat mempengaruhi iklim dunia.

Berdasarkan Naga Report yang merupakan hasil penelitian Klaus Wyrtki yang masih sederhana, dapat diketahui kecepatan arus secara linier. Penelitian ini juga berhasil memetakan data laut di Indonesia setiap dua bulan dan menemukan arus Western Boundary Current pada Selat Makassar. Di Selat Makassar kemudian ditemukan Gelombang Kelvin.
Gelombang Kelvin merupakan suatu gelombang dengan skala planet yang memiliki panjang 5000-7000 kilometer dan lebar 200-300 km. Gelombang ini bergerak mengitari planet dan disebut juga sebagai Downwelling Kelvin Wave karena membawa air yang panas dan dapat menyebabkan kenaikan muka air laut. Jika Gelombang Kelvin terjadi bersamaan dengan pasang tinggi dan gangguan badai tropis, maka ketinggiannya dapat mencapai 7 meter. Arah gerak gelombang ini adalah ke timur dengan distorsi pasang surut di perairan dangkal.
Keberadaan Gelombang Kelvin dapat mengganggu sistem budidaya atau akuakultur di pesisir karena periode berlangsungnya yang cukup lama, yaitub 1-3 bulan dan dapat terjadi sebanyak 4 kali dalam setahun. Pada budidaya rumput laut, terdapat penyakit ice-ice yang disebabkan oleh Gelombang Kelvin karena panas yang dibawa mengakibatkan stres pada rumput laut. Selain itu, keberadaan Gelombang Kelvin juga dapat menyebabkan banjir rob di pesisir Pantura. Pada kegiatan penangkapan ikan, panas dari Gelombang Kelvin dapat mempengaruhi migrasi ikan sehingga terjadi kondisi yang tidak kondusif (ikan berenang menghindar), dan menyebabkan penurunan jumlah tangkapan. Di Selat Makassar, Gelombang Kelvin dapat menyebabkan kenaikan muka air laut sampai 7.5 cm/10 tahun.
Gelombang Kelvin juga dipengaruhi oleh perubahan iklim dan kondisi perairan sehingga keberadaannya di setiap tahun akan berbeda. Selain itu, Gelombang Kelvin juga memiliki kemiripan periode dengan MJO karena pembatasnya berada di ekuator dan menjalar di sepanjang garis khatulistiwa. Seringkali Gelombang Kelvin dan MJO terjadi persamaan, tetapi keduanya juga dapat berdiri sendiri. Kemungkinan adanya keterkaitan ini masih membutuhkan penelitian untuk membuktikannya.

Penelitian mengenai maritim Indonesia sangat penting untuk dilakukan. Selain Gelombang Kelvin yang berpengaruh besar pada lingkungan, selat-selat di Indonesia juga belum banyak diketahui data-datanya. Ditambah lagi, iklim perairan Indonesia yang dipengaruhi El Nino dan La Nina di Samudra Hindia juga akan mempengaruhi hasil tangkapan ikan tuna.